Bandung — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menyatakan bahwa program yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengarahkan siswa bermasalah mengikuti pendidikan di barak militer tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM. Menurutnya, selama program tersebut tidak melibatkan kekerasan fisik atau hukuman yang merendahkan martabat manusia, maka program tersebut dapat diterima secara hukum dan etika.
Pernyataan ini disampaikan Natalius menanggapi pro dan kontra yang muncul di masyarakat terkait pendekatan militeristik dalam dunia pendidikan. Ia menegaskan bahwa penting untuk membedakan antara tindakan represif dengan pendekatan pembinaan yang bertujuan membentuk karakter. “Selama itu bukan hukuman fisik dan dijalankan dalam koridor pendidikan, maka tidak melanggar standar HAM,” ujarnya pada Kamis (8/5).
Menurut Natalius, program seperti ini bisa menjadi sarana positif untuk membantu siswa yang memiliki masalah perilaku agar lebih disiplin, bertanggung jawab, serta memahami nilai-nilai kehidupan sosial. Ia menambahkan bahwa konsep pelatihan di barak militer tidak identik dengan kekerasan, selama diawasi dan dijalankan oleh tenaga profesional yang memahami hak-hak anak.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya meluncurkan program tersebut sebagai solusi pembinaan bagi siswa yang terlibat pelanggaran tata tertib di sekolah. Dedi menjelaskan bahwa siswa yang mengikuti program ini tidak akan diberi hukuman, melainkan pembinaan dalam bentuk pelatihan kedisiplinan, kerja sama tim, dan pengembangan karakter.
Menteri HAM mengapresiasi pendekatan yang tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga penguatan mental dan moral generasi muda. “Selama dilakukan secara transparan, sukarela, dan menghormati martabat anak-anak, saya kira ini adalah inovasi yang patut didukung,” pungkas Natalius.